Ada banyak cerita dan kenangan yang
ingin aku tuliskan, namun kadang imajinasiku tak cukup lihai
untuk menceritakannya di atas kertas putih, Bukan karena sulit dituangkan,
tetapi mungkin saja ia lebih leluasa
bertempat di hati dan fikiran, bukan pada tulisan. Baginya seperti sudah ada tempat tersendiri
untuk bersemayam, bermain sesukanya hingga menjadi liar dalam ingatan.
Memang, mengenang adalah hal yang paling mudah kulakukan
dalam mencitaimu, daripada harus bersusah payah melupakan. Hanya akan memeras
tenaga saja. Sebab dalam mengenang, aku menemukan moment kebahagiaan, meski
pada akhirnya juga berujung pada sakit. Ketika tersadar bahwa aku hanya sebatas
mengingat yang telah lalu. Iya, kamu.
Kamu sudah berhasil mengambil sebagian akal sehatku. Aku
seperti sudah gila oleh rasa. Dihantui ingatan-ingatan yang meredam aktivitas.
Aku dengan kenangan dan kamu dengan masa depan, selalu menjadi ketakutanku.
Tentang bagaimana kita nanti. Kamu dengan pilihanmu yang bukan aku. Bagaimana
mungkin aku bisa bahagia dengan hati yang baru, jika bukan selainmu? Sedang
separuh hatiku berhasil kamu genggam dan kamu bawa pergi dan pulang pada
pilihanmu.
Tolong, jangan
terburu-buru dalam mengambil keputusan. Termasuk keputusanmu untuk tidak lagi
bergenggaman tangan bersamaku. Melepas janji yang terikat rapat. Membakar habis kisah manis yang
seharusnya menjadi cerita, bukan derita. Kamu yang terlalu cepat melepas,
sedang aku masih dengan setia menjaga keutuhan janji.
Terlalu egois memang, memintamu untuk terus memperjuangkanku,
sedang aku masih dengan kelinglungan dalam memilih. Tak bisa menetralisir keadaan.
Kemudian dengan sangat memintamu agar tak pergi, dalam keadaan yang tak sesuai
harapan.
Bukan, bukan aku yang merencanakan kehancuran itu. Bukan pula
salah tuhan yang menakdirkan. Ini adalah salah kita yang terlalu cepat untuk
tidak bermain-main. Sedang waktu tak memihak. Kita hanya perlu bersabar
menjalani. Menyiapkan hal- hal penting untuk masa bahagia nanti. Aku, kamu dan
keluarga kita.
Namun sepertinya jalan kita sudah berbeda, aku di jalanku,
dan kamu dijalanmu. Kita memilih jalan sendiri
tanpa alasan yang kuat. Tanpa ada pandangan kedepannya. Jangan kamu kira
aku disini sedang berdiri kokoh pada jalanku. Tidak! Langkahku
terombang-ambing. Berusaha bangun dari luka yang membekas. Jangan kamu kira ini
adalah keputusanku untuk mengakhiri. Aku hanya menuruti kemauanmu. Barangkali
itu yang terbaik. Untuk aku dan kamu.
Memaksamu untuk tetap meelangkah pada jalan yang sama,
hanya akan menjadi sia sia, bila pada akhirnya kita tak lagi saling menguatkan.
Bukankah perjalanan adalah perjuangan yang tak pernah berujung? Lalu bagaimana jika nanti jalan kita sudah
tak lagi dapat ditempuh?. Tidak memulai sama sekali, lebih baik daripada mulai
berjalan namun tersesat. Atau bahkan
kehilangan arah nantinya, sebab berbicara tentang keduanya, bukan hanya sekedar
tentang dua insan yang yang berdampingan melangkah menggapai tujuan, tetapi
juga dengan dari jalan yang di tapaki,
yang tak selalu mulus, berbatu dan tak jarang jika dihadapkan dengan beberapa
jalan yang menyesatkan.
Dan seandainya, dapat lewati jalan berbatu itu, sejauh
apapun, sebagaimanapun rumitnya, asal keberhasilan itu adalah denganmu,
bersamamu. Maka tentu aitu akan menjadi rasa syukur terbesarku selama aku hidup.
Dan selama deru napas lembutku masih menjadi alasan kau bahagia, bersamaku.
Andai…
Malam Jum'at, 01 Oktober 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar