Rabu, 27 April 2022

Prosa

 

            Ada banyak cerita dan kenangan yang ingin aku tuliskan, namun kadang imajinasiku tak cukup lihai untuk menceritakannya di atas kertas putih, Bukan karena sulit dituangkan, tetapi mungkin saja ia lebih leluasa  bertempat di hati dan fikiran, bukan pada tulisan.  Baginya seperti sudah ada tempat tersendiri untuk bersemayam, bermain sesukanya hingga menjadi liar dalam ingatan.

          Memang, mengenang adalah hal yang paling mudah kulakukan dalam mencitaimu, daripada harus bersusah payah melupakan. Hanya akan memeras tenaga saja. Sebab dalam mengenang, aku menemukan moment kebahagiaan, meski pada akhirnya juga berujung pada sakit. Ketika tersadar bahwa aku hanya sebatas mengingat yang telah lalu. Iya, kamu.

          Kamu sudah berhasil mengambil sebagian akal sehatku. Aku seperti sudah gila oleh rasa. Dihantui ingatan-ingatan yang meredam aktivitas. Aku dengan kenangan dan kamu dengan masa depan, selalu menjadi ketakutanku. Tentang bagaimana kita nanti. Kamu dengan pilihanmu yang bukan aku. Bagaimana mungkin aku bisa bahagia dengan hati yang baru, jika bukan selainmu? Sedang separuh hatiku berhasil kamu genggam dan kamu bawa pergi dan pulang pada pilihanmu.

           Tolong, jangan terburu-buru dalam mengambil keputusan. Termasuk keputusanmu untuk tidak lagi bergenggaman tangan bersamaku. Melepas janji yang terikat  rapat. Membakar habis kisah manis yang seharusnya menjadi cerita, bukan derita. Kamu yang terlalu cepat melepas, sedang aku masih dengan setia menjaga keutuhan janji.

          Terlalu egois memang, memintamu untuk terus memperjuangkanku, sedang aku masih dengan kelinglungan dalam memilih. Tak bisa menetralisir keadaan. Kemudian dengan sangat memintamu agar tak pergi, dalam keadaan yang tak sesuai harapan.

          Bukan, bukan aku yang merencanakan kehancuran itu. Bukan pula salah tuhan yang menakdirkan. Ini adalah salah kita yang terlalu cepat untuk tidak bermain-main. Sedang waktu tak memihak. Kita hanya perlu bersabar menjalani. Menyiapkan hal- hal penting untuk masa bahagia nanti. Aku, kamu dan keluarga kita.

          Namun sepertinya jalan kita sudah berbeda, aku di jalanku, dan kamu dijalanmu. Kita memilih jalan sendiri  tanpa alasan yang kuat. Tanpa ada pandangan kedepannya. Jangan kamu kira aku disini sedang berdiri kokoh pada jalanku. Tidak! Langkahku terombang-ambing. Berusaha bangun dari luka yang membekas. Jangan kamu kira ini adalah keputusanku untuk mengakhiri. Aku hanya menuruti kemauanmu. Barangkali itu yang terbaik. Untuk aku dan kamu.       

          Memaksamu untuk tetap meelangkah pada jalan yang sama, hanya akan menjadi sia sia, bila pada akhirnya kita tak lagi saling menguatkan. Bukankah perjalanan adalah perjuangan yang tak pernah berujung?  Lalu bagaimana jika nanti jalan kita sudah tak lagi dapat ditempuh?. Tidak memulai sama sekali, lebih baik daripada mulai berjalan  namun tersesat. Atau bahkan kehilangan arah nantinya, sebab berbicara tentang keduanya, bukan hanya sekedar tentang dua insan yang yang berdampingan melangkah menggapai tujuan, tetapi juga dengan  dari jalan yang di tapaki, yang tak selalu mulus, berbatu dan tak jarang jika dihadapkan dengan beberapa jalan yang menyesatkan.

          Dan seandainya, dapat lewati jalan berbatu itu, sejauh apapun, sebagaimanapun rumitnya, asal keberhasilan itu adalah denganmu, bersamamu. Maka tentu aitu akan menjadi rasa syukur terbesarku selama aku hidup. Dan selama deru napas lembutku masih menjadi alasan kau bahagia, bersamaku.

          Andai…

                                                                       Malam Jum'at,  01 Oktober 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BANGKAI INGATAN

  Setiap ada yang bertanya, apakah aku membencimu setelah semua rasa sakit itu? Aku selalu memberi senyum, sebab aku tidak pernah membencimu...