Akhlak tidak bisa hanya dinilai dari yang tampak dari luar. sebab yangdikatakan akhlak adalah pola kebiasaan adalam diri yang menetap secara kokoh seingga muncul perbuatan yang mudah tanpa dipikirkan. sedangkan orang yang berbuat baik dengan kebutuhan hajat atau mempunyai nadzar belum bisa dikatakan orang dermawan atau berakhlak. Tetapi jika dalam segala keadaan, susah atau senang, mampu atau tidak, ia tetap berbuat baik. Ini yang termasuk dalam kategori berakhlak baik.
Jika lebih dispesifikkan lagi. Misalnya ada orang yang dalam hidupnya senang bersedekah, dalam keadaan apapun ia tetap ikhlas bersedekah, entah dalam keadaan sulit atau bahkan saat ekonominya naik ia tak pernah lupa bersedekah. Tidak merasa tinggi saat dipuji dan tetap bersedekah saat tidak ada orang lain melihatnya. Orang seperti ini telah menjadi ahli sedekah dengan sendirinya.
Berikut ada 4 kriteria akhlak dari segi :
1. Dari Perbuatannya.
Terkadang ada orang yang satu kali memberi kemudian dicap sebagai orang baik. Padahal sebelumnya orang yang memberi tersebut tidak pernah melakukan kebaikan. Hal ini menjadi bukti bahwa orang yang berbuat baik dihadapan manusia tidaklah menjadi tolak ukur ia berakhlak.
2. Kemampuan
Jika seseorang bisa dikatakan berakhlak hanya bagi orang yang mampu (dalam harta), bagaimana dengan orang miskin yang tidak masuk kategori mampu. Jika akhlak dapat diukur dengan kekuatan, lalu bagaimana dengan orang lemah?. Padahal orang sakitpun bisa berakhlak, tidak perlu menunggu sehat atau mampu.
3. Pengetahuan
Saat ini banyak orang pintar tetapi tidak berakhlak. Banyak orang bependidikan tinggi tetapi masih jauh dari kata alim. Intinya hanya karena tau banyak ilmu saja tak cukup dikatakan alim
4. Kebiasaan Diri
Jika ingin tahu kesabaran seseorang, lihat ketika kemampuan dan kekuatannya dicabut. 3 point diatas tidak bisa menentukan akhlak seseorang, hanya dengan perbuatan dan kebiasaan.
Jadilah manusia yang ketika diberi nikmat besar tidak berbangga diri, namun menjadikannya jalan menuju Allah, dan bersabar saat nikmat tersebut dicabut oleh Allah. Karena setiap musibah ada gantinya dari Allah. Jadilah orang yang tawadhu' (menerima saat diberi nasihat) bukan malah menolak nasihat tersebut (keras hatinya).
*Mengaji pada Kyai Fayyadl. Ihya' Ulumuddin Juz 3 Hal. 53